11 July 2009

Pemilu Pro (Hak) Rakyat

Election Pro People's Rights

Published by Indonesian media
Koran Tempo, 11 July 2009

Refly Harun
Constitutional Law Expert and Election Observer at Centre for Electoral Refrom (Cetro),
Petitioner of Judicial Review

Prosesi Pemilu 2009 bisa dikatakan hampir usai. Pemenangnya sudah bisa ditentukan, karena hasil hitung cepat lembaga survei plus hitung cepat ala KPU mengindikasikan hal yang sama: pasangan SBY-Boediono menang dengan persentase sekitar 60 persen dengan tingkat persebaran di atas 20 persen di semua provinsi. Angka ini cukup melampaui ambang batas konstitusional untuk menjadikan pemilu presiden lebih cepat (selesai) lebih baik, sehingga tidak perlu (di)lanjutkan dengan putaran kedua.

Prosesi pemilu tinggal menunggu hasil penghitungan manual yang akan ditetapkan dalam beberapa hari ke depan, plus pelantikan presiden terpilih pada 20 Oktober 2009. Terlepas dari segala kekurangan dan (barangkali) kecurangan yang ada, Pemilu 2009 makin memperkuat posisi Indonesia sebagai negara demokrasi ketiga terbesar di dunia setelah India dan Amerika Serikat.

Penting untuk terus-menerus menggemakan bahwa Indonesia negeri demokratis terbesar ketiga di dunia, karena faktanya banyak orang luar yang tidak tahu. Ketika di India (2006), iseng-iseng saya tanyakan kepada seorang rekan di sana mengenai jumlah penduduk Indonesia. Awalnya, dia menolak menyebut angka karena tidak punya ide apa-apa. "I have no idea," katanya. Namun, ketika saya mendesaknya untuk menebak, dia menyebut jumlah yang membuat dahi berkernyit: seratus ribu! "How could you think like that?" "Indonesia kan negara kecil," katanya. Oh, my God!

Keberhasilan pelaksanaan pemilu di Indonesia, terutama pemilu presiden, bisa jadi akan membuat masyarakat dunia lebih mengenal Indonesia. Pemilu presiden di Indonesia setidaknya tidak seperti di Iran, yang berakhir dengan demonstrasi dan anarki--yang untungnya sudah terselesaikan saat ini. Dalam hari-hari ke depan, mudah-mudahan situasi kondusif ini terpelihara hingga pelantikan presiden terpilih 20 Oktober nanti. Seandainya ada protes atas kecurangan, sebaiknya hal tersebut disalurkan ke instrumen hukum yang ada, dari mekanisme tindak pidana pemilu di pengadilan negeri hingga sengketa hasil pemilu di Mahkamah Konstitusi.

Tentu saja tak ada gading yang tak retak. Menyatakan Pemilu 2009 mulus-mulus saja terlalu naif. Kisruh daftar pemilih tetap (DPT) adalah contoh konkret betapa Pemilu 2009 sarat masalah. Hampir saja pemilu presiden tertunda bila tidak ada putusan MK di injury time yang membolehkan penggunaan KTP dan paspor bagi pemilih yang tidak tercantum dalam DPT. Putusan tersebut menjadi solusi terhadap keinginan menunda pemilu yang kencang disuarakan sejumlah pihak, termasuk pasangan calon.

Kendati demikian, putusan tersebut tetap memunculkan persoalan karena mengandung ketentuan teknis-administratif yang berpotensi menghilangkan hak pemilih, yaitu syarat kartu keluarga (KK) yang mengiringi KTP dan ketentuan hanya memilih di wilayah RW di mana KTP dikeluarkan. Dari pemberitaan media, terbukti banyak warga negara yang akhirnya tidak memilih karena sedang berada di rantau pada hari pencontrengan, atau memang tidak memiliki KTP setempat.

Cara pandang salah
Ada cara pandang yang salah di kalangan penyelenggara negara, mulai DPR, KPU, Bawaslu, hingga MK. Yang dikembangkan adalah perspektif “mencurigai” warga negara, bukan “melindungi” hak warga negara. Cara pandang mereka kurang-lebih begini: bila tidak ada pembatasan, akan ada mobilisasi pemilih, atau mereka yang memiliki lebih dari satu KTP bisa memilih berkali-kali, padahal surat suara terbatas. Lebih dari itu, pemilu akan berlangsung curang karena pada dasarnya setiap warga negara hanya boleh memilih satu kali.

Pertanyaannya: bagaimana dengan warga negara yang berwatak baik, yang ingin menyalurkan haknya hanya satu kali, tapi tidak tercantum dalam DPT dan tidak memiliki KTP setempat? Mereka sudah pasti terhalang untuk memilih. Ketika memantau pelaksanaan pemilu presiden 8 Juli lalu, di salah satu TPS di Kebon Jeruk, Jakarta Barat, saya menyaksikan seorang warga yang terpaksa gigit jari karena membawa KTP Sumedang, Jawa Barat. Petugas KPPS menyatakan, kalau mau memilih sebaiknya pulang ke Sumedang. Petugas KPPS tersebut tidak salah. MK yang salah karena cara pandang yang mencurigai tadi plus dilanda kekhawatiran yang tak beralasan.

Soal ketersediaan surat suara, dari beberapa TPS yang saya pantau, rata-rata surat suara berlebih. Kelebihannya bahkan mencapai jumlah ratusan. TPS tempat saya memilih di Kebon Jeruk kelebihan sekitar 250 surat suara. Mengenai skenario kelebihan surat suara ini, dalam banyak kesempatan saya menyatakan bahwa kekhawatiran tersebut terlalu berlebihan. Undang-undang memang menentukan bahwa KPU hanya boleh mencetak 102 persen surat suara dari jumlah DPT yang telah ditetapkan. Lebih dari itu, tindak pidana yang dapat dihukum penjara dan denda. Namun, jumlah DPT yang 176-an juta tersebut harus dikurangi beberapa hal: pemilih yang sudah meninggal dunia, yang masih aktif sebagai TNI/Polri, yang di bawah umur, dan--yang jumlahnya lebih banyak—yang tercatat dua atau tiga kali. Angka DPT juga harus dikurangi dengan jumlah mereka yang tidak datang ke TPS karena golput.

Angka pengurang kelima komponen ini sudah pasti jutaan. Bila pemilih dengan KTP juga berjumlah jutaan, sesungguhnya akan terjadi keseimbangan yang tidak perlu membuat penyelenggara pemilu khawatir mengenai ketersediaan surat suara. Perihal kemungkinan warga negara memilih berkali-kali karena, misalnya, memiliki lebih dari satu KTP, kekhawatiran itu juga tidak pada tempatnya. Ada tinta pemilu yang pengadaan dan penggunaannya seharusnya bisa menghalangi seseorang memilih lebih dari satu kali. Kalau tidak, buat apa ada tinta pemilu yang menghabiskan miliaran rupiah.

Masalahnya, adanya tinta ini seolah dilupakan oleh KPU, Bawaslu, MK, bahkan publik. Yang terjadi di lapangan kemudian, petugas KPPS tidak benar-benar mencelupkan tangan pemilih di kubangan tinta untuk memastikan bahwa seperempat atau sepertiga jari kelingking kiri tercelup, termasuk kuku, yang tidak mudah terhapus dalam jangka waktu singkat. Bahkan ada petugas KPPS yang hanya menuangkan tinta ke dalam bantalan stempel. Warga yang sudah memilih bukan mencelupkan jari ke botol tinta, melainkan hanya mengoleskan tangannya ke bantalan tersebut, tanpa menyentuh kuku.

Prosesi Pemilu 2009 hampir berakhir dengan pemenang yang telah bisa ditentukan. Bagi kepentingan masa depan, saatnya mulai memikirkan reformasi pemilu. Hal itu bisa dimulai dengan membalik paradigma, dari paradigma “mencurigai” ke paradigma “melayani” hak pemilih. Pemilu harus lebih berorientasi kepada pelayanan hak-hak rakyat karena dalam pemilu inilah rakyat diperhatikan oleh calon wakil atau calon pemimpinnya. Soal-soal teknis-administratif selanjutnya untuk memastikan hak digunakan secara benar (proper) adalah kewajiban negara, terutama penyelenggara pemilu. Pemilu di masa-masa mendatang mudah-mudahan menjadi pemilu yang lebih pro-hak rakyat. Lebih cepat kesadaran ini muncul, lebih baik. Tak perlu kita lanjutkan hal-hal buruk yang muncul selama prosesi Pemilu 2009.***

1 comment:

Anonymous said...

Ramon
Hk rabu
30 31 32 33 34
35 36 37 38 39

Carasco
Hk rabu
90 91 92 93 94
95 96 97 98 99

Bang gees
Hk Rabu
02 04 20 24 26
28 80 82 84 86

Felix
Hk Rabu
48 58 70 78 84
85 86 87 94 96

boetonx
40 41 43 44 47 04
14 34 74

gol
Hk rabo
50 60 70 80 90
53 63 73 83 93

Situ Wangi
Hongkong rabu
01 03 06 07 14
19 34 35 39 15

semampir
HK RABU
17 23 25 27 28
63 67 73 75 78

repolol
Hk Rabu
06 23 26 28 32
36 60 62 63 82

R4J4S4J4G4T
HK RABU
08 13 23 32 37
43 63 65 73 93

dsastra
04 85 87 65 06
57 61 80 79 67


sayur lodeh
Hk rabu
07 57 67 87 97
08 18 28 48 68

wahied012
HK RABU
18 13 16 19 28
23 26 29 02 03

R2d
Hk rabu

65 67 68 56 76 86

Badranaya
15 17 37 39 29
51 71 73 93 92

Chucky
HK RABU

10 13 17 20 23
27 32 80 83 87

HRVO
HK RABU
12 13 15 23 34
37 43 73 82 84

P4R4N01
Hkg Rabu
80 81 82 83 84
85 86 87 88 89

bayu
Hk rabu

23 37 38 49 64
32 73 83 94 46

SALAGA
HK RABU
21 12 29 92 39
13 31 93 20 30

eyang
hk rabu

17 28 68 86


Tas kresek
hk rabu
13 15 23 25 43
65 70 73 75 78

Kiremkan
hk rabu

54 38 80 73 85
26 27 52 08 67

BATU BAJAK
HK RABU

03 08 18 32 65
78 80 81 85 87

amri
HKG RABU
20 27 28 29
30 37 38 39

Rajo
HK Rabu

18 10 12 78 70

72 98 90 92 26

manuru
Hk rabu
04 07 27 37 75
57 67 87 97 86